Ini gara-gara pasangan saya bercerita tentang sebuah film yang dia pinjam dari rental. Kalau tidak salah ingat dan salah sebut, judulnya Lars and The Real Girl. Film itu bercerita tentang seorang laki-laki yang memesan sex toy berupa boneka dengan wujud seorang perempuan. Bukan di situ letak keseruannya, laki-laki tersebut menganggap boneka itu hidup layaknya manusia. Dalam pikiran laki-laki itu, boneka tadi adalah sosok perempuan berasal dari Brazil dan bernama Bianca. Diyakini juga, Bianca dikenalnya lewat internet, padahal kenyataannya adalah Bianca dipesan melalui internet. Anyway, tentang jalan ceritanya silahkan menonton sendiri, karena yang ingin saya tulis adalah tentang sebuah pikiran yang bisa menimbulkan hal-hal semacam yang dialami tokoh dalam film tadi.
Setelah pasangan saya selesai bercerita, tergelitiklah kami untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tokoh laki-laki tersebut karena dalam sinopsisnya dikemukakan bahwa si tokoh menderita dilusi, maka saya yang kebetulan beruntung memiliki sahabat yang sudah menjadi S.Psi (hehehe….) mencoba bertanya kepada sahabat saya itu.
Kemudian saya sms Lingga (sahabat saya itu).
Saya: Link, bedanya dilusi sama halusinasi apa?
Lingga: Dilusi itu semacam waham, kalau halusinasi itu meyakini sesuatu yang nggak ada. Beda lagi sama ilusi.
Nah lho, banyak bener istilahnya.
Saya: Bedanya apa?
Lingga: Ilusi itu mirip halusinasi, Cuma bedanya kalau ilusi ada stimulusnya yang direspon mata. Gampangnya mata yang salah merespon bisa mengakibatkan ilusi. Contohnya kaya’ fatamorgana. Dong?
Saya: Lumayan lah, hehehe… Terus contoh halusinasi?
Lingga: Seperti… pacar atau teman khayalan, itu kan bukan kesalahan mata.
………Zziiingg……….
Tiba-tiba sadar, banyak ‘orang aneh’ di sekitar saya, lantas jadinya teman-teman (termasuk saya juga sih, kadang-kadang) suka melabelkan nama penyakit jiwa., meski juga ada salah satunya yang dengan sukarela selalu melabelkan dirinya sendiri.
Si A, suka ngarang kisah hidupnya,
“Aku kerja di bla,bla magazine di Singapore, jadi setiap bulan harus bolak-balik buat ambil honor. Kan mahal tax-nya kalau hanya sekadar ngirim lewat rekening, bisa-bisa habis di pajak”
… atau …
“Pacarku yang dulu warga negara Costa Rica, yang setelah itu warga negara America, nah yang sekarang warga negara Australia. Habis aku nggak terlalu cocok sama orang Indonesia sih”
Lalu si B, suka berlebihan menilai dirinya,
“Kaya’nya aku menderita Bipolar deh. Habis aku suka mendadak sedih, padahal aku sendiri nggak tahu kenapa sedih. Kalau bangun tidur dan langsung ngerasa sedih, bisa-bisa sepanjang hari itu aku bakal bad mood.”
… atau …
“Aku tuh orang yang tidak memiliki kemampuan apapun dalam segala hal.”
… juga …
“Kenapa ya aku nggak punya pacar? Pasti karena aku jelek dan gendut”
Dan si C, yang selalu saja kurang puas kalau belum menyakiti hati orang lain,
“Sayang, kok aku kangen mantan pacarku ya?”
… atau …
“Aku nggak berani ah buat ngembaliin HP dia. Kamu kan udah baca sendiri sms dari dia, kalau dia udah nggak mau liat mukaku lagi. Kaya’nya bekas cupang dari TTM-ku yang lain bener-bener bikin dia sakit hati ya, sampai-sampai aku diusir dari kosnya.”
See?! Banyak orang aneh. Mungkin saya anggap aneh karena saya termasuk mayoritas yang tidak setuju dengan perilaku mereka. Melakukan sesuatu untuk hal yang tidak bisa dicerna dengan apa yang saya yakini yaitu sebuah akal sehat. Nah, apakah berarti orang-orang yang saya sebut tadi tidak punya akal sehat?
Entahlah. Well, saya berharap banyak orang seperti Lingga dan juga calon-calon S.Psi lainnya untuk tetap bisa menjaga kestabilan otak dan hatinya supaya tidak ikutan aneh akan tetapi malah bisa berkontribusi untuk orang lain melalui ilmunya. Wassallam.